Sabtu, 03 Oktober 2009

CERPENKKUH

ALIEN DAN 101 UFO





AZA GILA
From: 101 ufo
Begitulah isi SMS yang baru saja kubaca. Huh, aku begitu sebal. Ada saja yang datang mengganggu. Tapi, aku rasa nama 101 ufo begitu familiar di telingaku. Oh, ya namaku Azalea Putri Raidzani. Teman-teman biasa memanggilku Aza.

“Selamat datang alien dari planet pluto!.” Titah, Toni dan Kiky menyambutku tepat di pintu depan kelas. Aku membalas mereka dengan menampakkan wajah cemberut. Baru saja aku duduk, datanglah seorang anak laki-laki jangkung.
“Aza… dicari Akbar tuh! Ceile…!.” Namanya Iqbal. Ia memang nakal dan suka menggangguku. Ada saja yang dia perbuat untuk membuatku marah. Wajahnya mirip dengan Tria The Changcuters.
Aku mengejar Iqbal dengan sekuat tenaga.Aku memukulnya, ia membalasku, kemudian kami berkejaran kembali. Ketika aku menoleh ke arah kanan, aku melihat Titah, Toni dan Kiky sedang merekamku dengan ponsel. Aku kaget. Tanpa kusadari, Iqbal mendorongku, dan “brukk!,” aku terjatuh di pangkuan Akbar. Teman-teman sekelas menyorakiku. Kini, yang kukejar bukan Iqbal lagi, tapi Titah, Kiky dan Toni.
“Hei, mana ponselmu? Kalo ngerekam artis bayar, dong!.”
“Biarin! Dasar artis got! He,he,he. Tinggal sambungin pake USB atau bluetooth, taruh di komputer, trus sebarin aja lewat internet!,”ujar Toni membuatku marah.
“Gak usah! Langsung sebar aja ke ponsel anak-anak lewat bluetooth. Beres, kan?.”
“Gak perlu! Langsung aja dari ponsel kirim ke internet! Lebih cepat, jangkauan-pun lebih luas!,”sambung Titah menirukan intonasi peraga iklan ponsel di TV. Mereka bertiga tertawa lebih kencang. Dalam waktu emas itu, aku merebut ponsel dari tangan Toni. Terjadi tarik-menarik antara aku vs. Toni, Titah, dan Kiky.
“Woi… Ini hape, bukan lontong!,”suara Toni menggelegar. Ia tertawa. Aku pun tertawa mendengar kata-katanya. Mereka benar-benar menyebalkan. Kalau saja Allah menghendaki, aku ingin mengutuk mereka jadi batu. Aku tak begitu suka dengan mereka. Mereka bertiga menjadi sahabat sejak lama.
Titah, anaknya berkulit putih, tinggi, tapi jalannya agak bungkuk. Aku selalu kalah bila bertengkar dengannya. Tangannya kuat. Leherku ini pernah jadi sasaran tangannya. Badanku sakit sekali selesai berkelahi dengannya. Ia anggota OSIS di sekolah. Setahuku, ia pintar matematika. Kata teman-temanku sih, ia tampan. Hh, kalau bagiku, dilihat dari sudut manapun ia tetap aneh. Karena aku dekat dengannya, teman perempuanku memfitnah aku menyukainya. Huh, itu membuat aku jadi malas untuk dekat dengannya lagi.
Toni, anaknya tak begitu tinggi. Kulitnya lebih putih dari Titah. Itu yang membuat kau bisa membedakan ia diantara anak laki-laki lain di kelasku. Awalnya, aku dan dia berteman karena kami sama-sama pendukung Chelsea F.C, klub sepak bola asal Inggris. Tapi, itulah yang tidak kusuka dari dirinya. Jahil, usil dan ada saja kata-katanya yang membuatku ingin berkata padanya, “Kamu gak pernah makan sandal, ya?.” Ia pernah memanggilku ‘Ucupwati’ gara-gara aku memakai baju bola ketika bimbel. Itulah awal persengketaan kami.
Kiky, anaknya memiliki badan yang cukup berisi. Aku tak begitu tahu tentang dirinya. Yang jelas, ia penggemar berat Ricardo Izecnoz dos Santos Leite, atau Kaka. Ia pintar bahasa Inggris. Yang tidak kusukai adalah gayanya yang sok cool padaku.
Entah kenapa, hari ini aku memiliki perasaan aneh pada mereka. Entah, apa yang akan terjadi.

Siang itu, seusai istirahat, teman-temanku mengerumuni Toni. Aku tak tahu apa yang akan terjadi.
“Uang kamu hilang berapa Ton?,”tanya Kiky.
“Dua ratus ribu, Ky. Itu sisa uang sakuku sebulan!,”jawab Toni. Wajahnya terlihat cemas. Badannya kaku setelah membongkar dan mengeluarkan seluruh isi tasnya. Keringat dingin mulai membasahi dahinya. Tatapannya kosong. Alisnya yang tipis seperti tak kuasa menahan air keringat itu,yang perlahan-lahan membasahi karpet di dekat kakinya berpijak.
“Hah? Dua ratus ribu? Hilang?,”aku kaget. Toni hanya bisa menatapku kosong dengan bola matanya yang kecoklatan itu.
“Gimana kalau ku laporkan?,”usul Titah, “Pasti ketemu pelakunya.”
Toni hanya mengangguk. Titah menarik tanganku.
“Ayo, ikut!,”katanya.

Bu Endang berdiri tegak dengan kewibawaannya di depan kelas setalah aku dan Titah melaporkan kejadian yang mengagetkan tadi. Beliau menyuruh kami berdiri di depan kelas untuk memeriksa seluruh tas penghuni kelas ini. Kami tegang. Perasaan ingin tahu siapa yang mencuri uang Toni kini muncul di benakku.
Jantungku berdetak lebih kencang lagi setelah Bu Endang menemukan uang di tas Titah. Jumlahnya sama dengan yang dikatakan Toni. Tapi, apa mungkin, Titah pelakunya?
“Sumpah, Bu. Saya gak ngambil! Buat apa saya mengambil uang sahabat saya sendiri?,”bela Titah atas dirinya sendiri. Perdebatan terjadi antara Titah dan Bu Endang. Toni dan Kiky hanya diam saja. Pandangan mereka menunjukkan kebencian yang begitu mendalam.
#
“Sumpah, demi Allah, bukan aku yang ngambil, Ton!,” Titah berusaha mendapatkan kata maaf dari kedua sahabatnya.
“Halagh, kamu pikir aku gak tau? Kamu tuh udah nusuk kita dari belakang!,”sergah Toni. Pandangannya setajam mata elang.
“Makasih banget ya sahabatan sama kamu. Aku gak nyangka banget kamu tega ngelakuin hal separah itu sama sahabat kamu sendiri,”kata Kiky dengan senyum kecut.
“Oke, oke. Aku akan ganti dua kali lipat. Kalo perlu lima kali lipat. Tapi, asal kalian tahu, bukan aku yang mengambil uang itu!.”
“Makasih. Kita tahu kamu kaya. Gak perlu sesombong itu sama kita,”Toni membereskan bukunya yang masih tergeletak di atas meja.
“Yang kaya itu bukan aku, Ton. Pasti di kelas ini ada yang mengadu domba kita, Ton. Persahabatan kita….”
“Persetan sobatan sama kamu. Yuk,Ky. Kita pulang. Males banget bicara sama dia!.”
“Oke. Yuk, cabut.” Mereka berdua meninggalkan kelas. Titah masih tetap termenung di dekat tempat duduk Toni. Titah sendiri di kelas. Bersamaku yang sedang duduk di bangku deretan nomor dua dari belakang yang dari tadi luput dari perhatian mereka bertiga.
“ Kamu gak papa? ,”kataku terbata-bata. Titah kaget menyadari keberadaanku di berdiri kaku di sampingnya.
“Emang aku sakit? Aku gak papa, kok. Khawatir banget. Orang keren banyak yang khawatir,ya?,”bibirnya tersenyum padaku. Tapi, senyumnya terkesan terlalu dipaksakan.
“ Kamu belum pulang?.”
“Mana bisa aku meninggalkan seekor alien yang telah ditinggal kedua sahabatnya?.” Ia tersenyum lagi dan segera memasukkan buku ke tasnya.
“Yuk, pulang!,”ia masih tersenyum. Aku tahu, ia berusaha menyembunyikan kesedihannya yang begitu mendalam.

Hari ini sepi. Pagi tadi, tak ada yang menyambut kedatanganku seperti biasanya. Titah, Toni, dan Kiky kini tak bersatu lagi. Aku rindu pada mereka.
“Ton, ayo dong, baikan sama Titah. Lagipula dia sudah minta maaf sama kamu, kan?.”
“Kenapa sih, kok kamu selalu ikut campur masalah kita?,”Toni sewot.
“Bukannya gitu, Ton. Apa kamu gak lihat? Sejak musuhan sama kamu Titah selalu termenung. Ia sedih banget.”
“Halagh, paling kamunya aja yang kasihan sama dia?,”Kiky angkat bicara.
“Ye, gak lah. Titah salah apa, sih? Kenapa kalian gak maafin dia? Aku yakin. Kalian berdua pasti kehilangan Titah,kan?.”
Toni dan Kiky terdiam. Ada sedikit rona penyesalan di raut wajah mereka yang nampak kaku dan dingin.
“Oke. Aku akan maafin Titah kalau dia mau minta maaf ke aku.”
“Oke!”, dengan semangat aku langsung menuju Titah yang sedang mengutak-atik ponselnya.
“Titah… Toni mau maafin kamu asal kamu yang minta maaf duluan! Ayo, cepetan!.”
“Hah? Minta maaf ke mereka? Gak salah? Enak aja! Jangan harap, deh! Mereka yang fitnah aku. Masa aku yang harus minta maaf?!.” Aku terdiam lemas mendengar kata-kata Titah. Mereka benar-benar kompak. Kompak keras kepala, pastinya.

Pagi itu agak mendung. Matahari terik bersembunyi di balik awan. Ketika aku sedang menyalin PR matematika, entah kenapa aku berfikir tentang SMS yang selalu menggangguku. Aku penasaran tentang mereka.
“Eh, kamu tau gak 101ufo itu siapa?,”tanyaku pada Titah. Ia menggeleng.
“Aku tahu!,”sahut Kiky dari belakang. Aku menghampirinya.
“Siapa?”. “Gak tau!,” katanya. Ia dan Toni tertawa seakan meledekku. Titah yang berada di depan kelas tersenyum menatap kami. Dengan perasaan kesal, aku duduk. Kemudian, ponselku bergetar kembali.
KAMI B’3 G PRLU BNTUANMU UTK B’STU KMBLI!
AZA ALIEN GILA!
From: 101United Friends Organisation.
“ALIEN sedang membaca SMS!,” Titah, Kiky dan Toni bersorak. Mereka sudah kembali seperti dulu. Aku sangat rindu mereka. Kini, aku tak marah bila dikatai Alien lagi. Aku justru senang. Tapi, apa kau tahu, siapa orang yang mengambil uang Toni? Jawabannya adalah aku. Aku hanya ingin menguji persahabatan mereka. Sampai saat ini, rahasia itu tak pernah terbongkar kecuali pada para pembaca HORASS tentunya. Keep peace!!!!

BY: sHaTiLa_fi3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Give ur comment.....
don't forget...